BERANDA

PROFILE

KOLEKSI TERBARUKU

Jumat, 09 November 2012

KOLEKSI-KOLEKSI TERBARU



KABAR PIRAMIDA GARUT

Kontroversi keberadaan bangunan buatan manusia menyerupai piramida di perut Gunung Sadahurip atau Gunung Putri di Garut, Jawa Barat, perlahan akan diuji kebenarannya. Setelah menggunakan teknologi georadar, geolistrik, foto kontur dan foto IFSAR, Tim Katastropik Purba dalam waktu dekat akan melakukan pengeboran.
Salah satu anggota tim, Iwan Sumule, mengatakan pengeboran di dalam perut Gunung Sadahurip itu adalah untuk mendalami batuan di dalam gunung tersebut.
“Kemungkinan pada Maret nanti sebagai eskavasi awal, akan kami selidiki batuan di dalamnya,” kata Iwan Sumule kepada VIVAnews.com, Senin, 30 Januari 2012.
Pengeboran merupakan salah satu dari proses eskavasi untuk menemukan fakta empirik apa saja yang ada dalam perut gunung tersebut. Sebelumnya, pengeboran telah dilakukan, namun pada Maret nanti akan dilakukan ke lapisan yang lebih dalam.
Jika benar Gunung Sadahurip menyimpan piramida, Tim menduga ini akan lebih besar dan lebih tua ketimbang Piramida Giza di Mesir.
Penjelasan ilmiah
Selain pengeboran, untuk menjelaskan secara ilmiah dugaan piramida di Gunung Sadahurip, Tim Katastropik pada awal Febuari depan akan menggelar sarasehan yang membahas semua hal yang berkaitan.
“Para peneliti akan memaparkan penelitian soal gunung itu secara ilmiah, kan selama ini kami yang hanya menyampaikan ke masyarakat,” katanya.
Sarasehan yang bertajuk "Mengungkap Tabir Peradaban dan Bencana Katastropik Purba di Nusantara untuk Memperkuat Karakter dan Ketahanan Nasional" akan digelar di Istana Merdeka pada 7 Febuari mendatang dan menghadirkan para ahli yang selama ini telah meneliti Gunung Padang dan Sadahurip.
Iwan mengatakan, Tim Katastropik salah satunya akan menyimak pemaparan geolog dari ITB, Danny Hilman dan Andang Bachtiar, yang selama ini telah meneliti Gunung Padang, dan telah menarik kesimpulan bahwa di dalamnya ada bangunan piramida. Sementara Gunung Sadahurip diteliti oleh Dr Didit dan Ir Wisnu Artika.
“Keduanya akan sampaikan penelitian mereka. Akan dibeberkan semua hasil penelitian mereka dengan penjelasan ilmiah,” dia melanjutkan.
Kedua geolog tersebut juga merupakan anggota Tim Katastropik.
Stephen Oppenheimer, penulis buku laris "Eden in the East" dari Inggris yang tertarik dengan keberadaan piramida Gunung Sadahurip dan Gunung Padang, dinyatakan juga akan hadir di pertemuan kebudayaan internasional yang diselenggarakan Universitas Indonesia pada Febuari mendatang di Bali. “Dia akan datang dalam pertemuan di Bali, dalam sarasehan nggak datang,” ujarnya.
Piramida Bukan Bukti Pusat Peradaban Atlantis
Antropolog Inggris asal Universitas Oxford, Stephen Oppenheimer, menilai piramida atau patung bukanlah bukti pusat peradaban Atlantis yang hilang. Menurut dia, ciri peradaban Atlantis adalah sistem pertanian dan peternakan.
Meskipun hingga kini, dia mengaku belum mendapatkan bukti kuat, sistem pertanian Indonesia menunjukkan kala itu Indonesia sebagai pemasok utama pangan kawasan tersebut.
"Indonesia memiliki banyak petani. Anda perlu banyak petani untuk memberi makan orang-orang di kota untuk membangun monumen besar, dasar peradaban di ladang, peternakan. Buku saya benar-benar adalah tentang bukti awal domestikasi atau akar peradaban, ketimbang monumen," kata dia di Kantor Presiden, Kamis 2 Februari 2012.
"Poin saya adalah, tanpa pertanian, domestikasi dan tanaman tumbuh dan hewan, Anda tidak akan bisa mencukupi kebutuhan hidup banyak orang," kata Oppenheimer.
Dengan demikian, menurut dia, sangat mungkin Indonesia adalah Atlantis yang hilang. Akan tetapi, dia tidak memiliki bukti yang kuat akan hal itu.
Dalam bukunya berjudul "Eden in the East" Oppenheimer menuliskan bahwa kepulauan di Indonesia dengan beberapa pulau negara-negara tetangga di Asia Tenggara awalnya satu, Benua Atlantis.
"Jika Anda membuka atlas, jika Anda melihat laut dangkal, jika Anda menggabungkan garis peta Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Ibaratkan itu dataran kering yang menghubungkan Kalimantan, Java, Bali, Sumatera, semenanjung Malaysia sekaligus dalam satu daratan," kata dia.
Belum Terbukti
Piramid dan monumen kuno, kata Oppenheimmer, tidak cukup meyakinkan sebagai bukti yang kuat peninggalan masa lalu. "Saya tidak menyangka, tetapi saya belum bisa mengiyakan sesuatu yang belum saya lihat," ujarnya.
Oppenheimmer lalu memaparkan, apa yang ditulisnya dalam "Eden in The East" hanya terkait Asia Tenggara yang merupakan satu lempeng benua yang menyatu.
"Jika Anda membuka atlas, jika Anda lihat laut dangkal, perhatikan Laut China Selatan, Laut Jawa, diibaratkan itu daratan kering. Itu menghubungkan Kalimantan, Jawa, Bali, Semenanjung Malaysia, semuanya bersama dalam satu daratan," ujarnya.
Menanggapi keraguan orang bahwa Atlantis yang hilang ada di Indonesia, dia mengaku tidak ingin turut ragu. "Saya tidak menyangkal bahwa Atlantis di Indonesia, tetapi saya tidak mengetahui buktinya, jadi saya diam saja," katanya.
Bukan Pencarian Piramida dan Harta Karun
Banyak perdebatan seputar penelitian yang dilakukan Tim Bencana Katastropik Purba, yang difasilitasi Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Andi Arief. Banyak yang salah sangka dengan mengira tim itu mencari piramida, bahkan harta karun.
Anggota tim yang juga Ahli Gempa dari LIPI, Danny Hilman, kemudian menjelaskan bahwa tim ini terbentuk untuk mengetahui siklus bencana, yang juga terjadi di masa lalu. Karena itu sebuah kewajaran jika kemudian tim peneliti ini juga melakukan penelitian terhadap peradaban kuno, yang diduga banyak yang ikut terhempas bencana.
Danny menuturkan, tim berusaha meneliti keterkaitan bencana dan peradaban. Mulai dari meneliti kemungkinan musnahnya suatu peradaban karena bencana, hingga mencari tahu kearifan lokal masyarakat masa lalu dalam menghadapi bencana.
"Peradaban berkembang pelan-pelan. Tapi kemudian ada yang dihajar bencana," ucap Danny Hilman.
Sejumlah pembabakan sejarah di Indonesia kemudian memunculkan sejumlah kecurigaan. MIsalnya saja peristiwa tsunami yang terjadi di sekitar tahun 1390-an dan 1450-an.
"Saat itu ada istilah 'Ieu Beuna' yang berarti air bah besar. Mungkin juga bencana yang menyebabkan terputusnya sejarah Pasai dan Kerajaan (pimpinan) Iskandar Muda," ucap Danny Hilman.
Selain itu, Danny melanjutkan, di Aceh pun belum diketahui mengenai hilangnya kerajaan kuno dari masa Pra-Islam.
Danny memberikan contoh lain, peninggalan dari situs Batujaya di Karawang kemungkinan terkait peristiwa letusan Krakatau Purba yang terjadi tahun 416. Ada kemungkinan peradaban di Batujaya 'menghilang' akibat letusan dan tsunami purba. "Karena ditemukan pasir pantai di bawah candi-candi Batujaya," ucap Danny.
Tim Bencana Katastropik Purba percaya bahwa peradaban Indonesia di masa lalu terbilang tinggi. Bahkan, mengutip Raffles, kerajaan-kerajaan di Sumatra dan Jawa merupakan kemunduran dari kejayaan dari masa sebelumnya.
"Raffles mengatakan 'Masyarakat Sumatra, seperti halnya di Jawa, sedang mengalami kemunduran yang terus menerus dari masa kejayaan para leluhurnya yang gilang gemilang'," tutur Danny.
Karena itu tim membantah rumor yang menyebutkan penelitian ini dimaksudkan sebagai pencarian piramid, apalagi pencarian harta karun.
"Piramida, itu terlalu awal," kata anggota tim lain yang juga ahli geologi ITB, Andang Bachtiar.
""Bagaimana kami mendapatkan kearifan masa lalu, itulah harta karun bagi kami," lanjut Andang.
UI Siap Dukung Penelitian Piramida
Universitas Indonesia mendukung penelitian piramida yang dilakukan di tiga gunung, yakni Padang, Lalakon, dan Sadahurip. Terakhir, penelitian terpusat di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat.
“Kami mendukung penelitian ini. Peradaban itu bisa dilihat dari berbagai aspek, termasuk dari aspek budaya,” kata Ketua Departemen Kewilayahan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI Irmayanti Meliono di sela pertemuan International Conference on Indonesia Studies yang digelar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI di Sanur, Denpasar, Bali, Kamis 9 Februari 2012.
Terakhir, sejumlah peneliti dari Tim Bencana Katastropik Purba meneliti situs yang ada di puncak Gunung Padang di Desa Karyamukti. Situs ini ternyata merupakan kompleks bangunan yang memiliki struktur mengagumkan.
Irmayanti mengatakan seharusnya orang Indonesia lah yang menemukan situs bersejarah itu. Namun ia mengakui peneliti Indonesia saat ini lebih banyak yang juga berstatus pengajar.
“Jadi ada porsi yang terbelah,” tuturnya. Ia tak lugas memercayai jika penemuan itu merupakan piramida. Namun, ia memercayai jika manusia pada masa lampau memiliki kecerdasan dan cara berpikir yang logis pula.
“Itu yang saya percayai. Sebut saja misalnya Candi Borobudur. Tapi kalau penemuan piramida di Garut itu kita tunggu saja hasil penelitiannya,” ajak dia.

Ungkap Piramida Tak Semahal Suap Wisma Atlet
Staf Ahli Presiden Bidang Kebencanaan dan Bantuan Sosial, Andi Arief menegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan apresiasi tinggi terhadap temuan dugaan piramida di Gunung Padang, Garut, Jawa Barat. Temuan itu akan diteruskan hingga benar-benar menghasilkan kejelasan sejarah.
“Presiden SBY sejak awal sangat mendukung. Sejak setahun ini, hal itu terus dilakukan dan akan diteruskan dengan ekskavasi,” ujar Andi Arief, saat ditemui di sela pertemuan International Conference on Indonesia Studies yang digelar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia di Sanur, Denpasar, Bali, Kamis 9 Februari 2012.
Andi memastikan biaya ekspansi temuan dugaan "piramida" ini tak terlalu mahal. Kendati tak mau mengungkapkan besaran nilai dana penelitian, dengan berkelakar Andi menyatakan bahwa dana pengungkapkan bukti sejarah ini tak semahal uang Angelina Sondakh.
“Biayanya tidak terlalu mahal. Tak sebanyak uang Angie (tersangka kasus korupsi Wisma Atlet, Angelina Sondakh),” kelakar Andi.
Menurut Andi, situs purbakala di tanah air sebenarnya tak hanya ditemukan di wilayah Garut. Bahkan dirinya siap memberikan kejutan-kejutan lain terkait situs lain yang tersebar di sejumlah daerah di Indonesia. “Kami akan beri kejuatan-kejutan lain. Tunggu saja,” ungkapnya.
Soal kecaman terhadap penemuan itu, Andi menegaskan pemerintah, khususnya Staf Ahli Presiden Bidang Kebencanaan dan Bantuan Sosial tak menyalahi tugasnya. “Kami fokus pada kebencanaan dan bantuan sosial. Tapi dari situ ditemukan hal ini. Kalau ada hal-hal yang membanggakan Indonesia, tentu saja kami urus,” kata Andi.
Kemristek Kirim Tim Cek Piramida Garut
Pemberitaan adanya Piramida di dalam Gunung Sadahurip, Garut, Jawa Barat, mencuri perhatian publik. Keberadaan piramida hingga saat ini masih simpang siur.
Apalagi Tim Katastrofik Purba, yang dibentuk Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana, Andi Arief, yang kemudian menyatakan telah melakukan uji pertanggalan karbon radioaktif pada lapisan tanah di permukaan gunung dan mendapati bronjong tubuh pyramid yang diyakini berumur sangat tua, hingga 7.000 tahun silam lebih.
Menanggapi pemberitaan tersebut, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Gusti Muhammad Hatta, mengatakan akan mengirim tim dari Deputi Bidang Relevansi dan Produktivitas IPTEK untuk memastikan kebenaran berita tersebut.
"Untuk saat ini saya belum mau berkomentar banyak sebelum memiliki data-data yang valid. Soalnya kalau kita berbicara tanpa didukung data kan enggak enak. Seperti kemarin mengenai mobil Esemka kan kita kirim tim dulu baru kita berani bicara," kata Gusti Muhammad Hatta dalam keterangan yang diterima VIVAnews.com, Minggu 12 Februari 2012.
Menurut guru besar Universitas Lambung Mangkurat ini, seharusnya isu mengenai adanya piramida di dalam Gunung Sadanhurip, Garut jangan terlalu dibesarkan. "Jika mungkin ada piramid, apa bedanya dengan situs sejarah Borobudur," ujarnya.
Sementara itu Deputi IV bidang Relevansi dan Produktivitas IPTEK, Teguh Rahardjo juga mengatakan hal yang sama. "Kalau adanya piramida di dalam Gunung Sadahurip kemungkinan jauh ya. Tapi kalau bangunan situs bersejarah mungkin masuk akal. Dan, untuk memastikan hal itu nanti kita akan mengirim tim untuk mengumpulkan data. bahkan, kalau diperlukan kita akan menghubungi teman-teman di BATAN untuk memastikannya. Kemungkinan BATAN memiliki alat yang dapat mendeteksi ada atau tidaknya pyramid didalam Gunung Sadanhurip," kata Teguh Rahadjo.
Seharusnya, kata Teguh isu mengenai adanya piramida datang dari perguruan tinggi bukan dari Staf Khusus Presiden. "Isu ini harusnya lebih banyak keterlibatannya dari perguruan tinggi. Oleh karena itu kami akan menghubungi perguruan tinggi untuk mengumpulkan data, setelah itu baru kami ke lokasi untuk melihat langsung di lapangan seperti apa